Asuransi di Indonesia

Asuransi di Indonesia

Rumusan Pasal 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian menunjukkan bahwa pada dasarnya asuransi atau pertanggungan merupakan suatu upaya dalam rangka menanggulangi adanya risiko, yaitu kemungkinan kehilangan atau kerugian atau kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan karena kemungkinan penyimpangan harapan merupakan suatu kehilangan, antara asuransi dengan risiko mempunyai keterkaitan yang sangat erat, karena asuransi itu sendiri justru menanggulangi adanya risiko dan tanpa adanya risiko.

Hakikatnya, semua asuransi bertujuan untuk menciptakan suatu kesiapsiagaan dalam menghadapi berbagai risiko yang mengancam kehidupan manusia, terutama risiko terhadap kehilangan atau kerugian yang membuat orang secara sungguh-sungguh memikirkan cara-cara yang paling aman untuk mengatasinya.[1] Emmy Pangaribuan Simanjutak mengatakan bahwa tujuan dari pertanggungan itu adalah tujuan ekonomi, yaitu bahwa seseorang yang menghendaki supaya risiko yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu dapat diperalihkan kepada pihak lain dengan diperjanjikan sebelumnya dengan syarat-syarat yangtelah disepakati bersama.[2]  Pengertian hukum asuransi atau pertanggungan mengandung satu arti yang pasti, yaitu sebagai salah satu jenis perjanjian dengan tujuan berkisar pada manfaat ekonomi bagi para pihak yang mengadakan perjanjian.

Mengatasi risiko yang sewaktu-waktu menimpa dalam kehidupannya, orang-orang menempuh cara-cara yang berbeda. Jika kerugian itu dapat diduga, mungkin saja dihidari dengan menerapkan cara-cara pencegahan, dan dalam hal jumlah kerugiannya kecil, mungkin saja akan ditanggulanginya sendiri. Akan tetapi kesulitan akan timbul, jika kerugian itu tidak dapat diduga sebelumnya dan dalam jumlah yang besar sehingga tidak mampu dicegah atau ditanggung sendiri. Dalam keadaan demikian, seseorang akan hancur dengan mudah jika bantuan dari masyarakat atau orang-orang di sekelilingnya tidak ada. jika kerugian itu ditanggung bersama-sama, maka beban kerugian yang diderita tidak seberat yang dirasakan oleh orang seorang.

Unsur-unsur yang terdapat dalam definisi asuransi, dapat diketahui bahwa perjanjian asuransi adalah perjanjian timbal balik, yaitu perjanjian di mana kedua belah pihak (penanggung dan tertanggung), sama-sama harus melakukan suatu prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

Prinsipnya perikatan adalah terdapatnya hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan.[3] Sehingga,  ada yang mengatakan bahwa perjanjian asuransi termasuk dalam perjanjian untung-untungan (konsevereenkomst) yang diatur dalam Pasal 1774 KUHPdt. Menurut KUHPdt, perjanjian asuransi diklasifikasi sebagai perjanjan untung-untungan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1774 :

“Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak, maupun  bagi sementara pihak bergantung dari suatu kejadian yang belum tentu.

Demi adalah :

Perjanjian pertanggungan;

Bunga cagak hidup;

Perjudian dan pertaruhan,

Persetujuan yang pertama diatur dalam KUHD”

 

Menurut Pasal 1774 KUHPdt di atas, perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung atau ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Selain asuransi, yang termasuk dalam perjanjian untung-untungan adalah bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.

Perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan mempunyai tujuan yang lebih pasti, yaitu mengalihkan risiko yang sudah ada yang berkaitan dengan kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada pada posisi yang sama. Posisi atau keadaan ekonomi yang sama tersebut dipertahankan dengan memperjanjikan pemberian ganti rugi karena terjadinya peristiwa yang belum pasti, yang sekaligus sebagai syarat baik dalam perjanjian untung-untungan maupun dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan. Pada perjanjian asuransi atau pertanggungan apabila peristiwa yang belum terjadi itu benar-benar terjadi pasti menimbulkan kerugian ekonomi pada pihak tertanggung.[4]

Uraian di atas jelaslah bahwa perjanjian asuransi merupakan suatu kesepakatan dari kelompok orang yang masing-masing mempunyai suatu risiko terhadap kerugian baginya. Perjanjian asuransi atau pertanggungan sebagai sarana peralihan risiko telah dapat menempatkan dirinya sedemikian rupa dalam masyarakat, ia akan selalu siap dengan teknik, cara dan produk baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memberikan berbagai proteksi atas berbagai risiko yang selalu mengiringi perjalanan aktivitas manusia dalam kesehariannya. Jasa pokok yang ditawarkan asuransi adalah rasa aman, rasa terlindungi karena telah ada peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung melalui suatu perjanjian pertanggungan.

[1]Mehr & Cammack–A.Hasyimi, Dasar-Dasar Asuransi, Balai Aksara, Jakarta, 1981, hlm.13

[2]Emmy Pangaribuan Simanjutak, Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, 1976. Hlm. 28

[3]Achmad, BusroHukum Perikatan Berdasar Buku III KUH Perdata,(Yogyakarta : Pohon Cahaya, 2011).

 

[4]Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 1997, hlm. 81-82.