Izin Usaha Penanaman Modal Asing

Izin Usaha Penanaman Modal Asing

Dalam Undang-undang tentang penanaman modal asing, pemerintah menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi penanam modal asing dalam tiap-tiap usaha tersebut. Perincian menurut urutan proritas ditetapkan tiap kali pada waktu pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi.[1]

Ditetapkannya ketentuan penanaman modal melalui Undang-undang tentang penanaman modal Nomor 25 Tahun 2007 sebagai pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri telah mengakhiri dualisme pengaturan tentang penanaman modal. Selain itu, kehadiran undang-undang yang baru ini sekaligus mempertegas dan memperjelas kebijakan pengaturan penanaman modal di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal memberikan ketentuan terhadap investor asing yang akan menanamkan modalnya (melakukan kegiatan usaha) di Indonesia harus mendirikan badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas (PT), juga karena para usahawan itu sendiri yang memilih untuk mendirikan badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas (PT) dalam melakukan aktivitas usahanya. Pemilihan itu tentunya bukan tidak beralasan karena PT sebagai bentuk badan usaha dirasa mempunyai kelebihan dibanding badan usaha lainnya.[2]

Pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing tidak dikenal adanya asas perlakuan yang sama (non diskriminatif). Asas ini baru dikenal pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, dimana situasi perdagangan dunia pada waktu penerbitan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 telah berubah mengikuti arus globalisasi dan kecendrungan keinginan dunia usaha yang menghendaki perlakuan yang sama bagi semua peserta dalam perdagangan bebas.[3]

Mengenai penanaman modal asing dalam bidang usaha pasal 12 ayat  1 dan 2 UU No. 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:

  1. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
  2. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

Peraturan lainnya diatur dalam peraturan kepala badan koordinasi penanaman modal (PKBKPM) No. 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman dan tata cara perizinan dan non perizinan penanaman modal. Sesuai dengan pasal 11 huruf, dijelaskan dalam pasal 12 layanan perizinan penanaman modal, terdiri atas:

  1. izin prinsip penanaman modal
  2. izin usaha untuk berbagai sektor usaha
  3. izin prinsip perluasan penanaman modal
  4. izin usaha perluasan untuk berbagai sektor usaha
  5. izin prinsip perubahan penanaman modal
  6. izin usaha perubahan untuk berbagai sektor usaha;
  7. izin prinsip penggabungan perusahan penanaman modal
  8. izin usaha penggabungan perusahan penanaman modal untuk berbagaia sektor usaha
  9. izin pembukaan kantor cabang
  10. izin kantor perwakilan perusahan asing (KPPA); dan
  11. surat izin usaha perwakilan perusahan perdagangan asing (SIUP3A)

Badan usaha dan bentuk badan usaha sebagaiaman pasal 22 (1) dan (3), penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing, wajib melaksanakan ketentuan dan persyaratan bidan usahanya yang ditetapkan oleh instansi teknis yang memiliki kewenangan perizinan dan non periziinan. Penanaman modal asing sebagaiaman dijelaskan pada ayat 1 dimaksud, kecuali ditentutakan di peraturan perundang-undang lainnya, harus memenuhi kepentingan lainnya:

  1. total nilai investasi lebih besar dari Rp.10.000.000.0000 (sepuluh miliar rupiah) atau nilai setaranya dalam satuan US Dollar, diluar tanah dan bangunan
  2. nilai modal ditempatkan sama dengan modal disetor sekurang-kurangnya sebesar Rp.2.500.000.000 (dua miliar dua ratus juta rupiah ) atau nilai setaranya dalam satuan US dolar
  3. penyertaan dalam modal perseroan, untuk masing-masing pemegang saham sekurang-kurangnya Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah) atau nilai setaranya dalam satuan US dolar

Dalam memulai usaha baik itu penanaman modal dalam negeri atau asing wajib memilik izin prinsip, diantaranya meliputi: sektor pertanian,kehutanan, kelautan dan perikanan, energi dan sumber daya mineral, perindustrian, pertanahan, pekerjaan umum, perdagangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, perhubungan dsb sebagaiamana pasal 23 ayat (3) PKBKPM No.5 Tahun 2013. Begitu juga halnya dengan pendirian usaha baru permohonan izin prinsip penanaman modal asing sebelum berstatus badan hukum di Indonesia diajukan oleh:

  1. pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing dan/ atau perusahan penanaman modal asing; atau
  2. pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing dan/ atau perusahan penanaman modal asing bersama warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia

Izin Prinsip yang diterbitkan berdasarkan permohonan wajib ditindaklanjuti dengan pembuatan akta pendirian perseroan terbatas dan disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Izin Prinsip tidak dapat diterbitkan apabila permohonan Izin Prinsip  yang diajukan oleh perusahaan tidak memenuhi: (a)  ketentuan tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan; (b). ketentuan peraturan sektoral terkait bidang usaha; dan (c) kelengkapan persyaratan permohonan.. Perusahaan yang permohonan Izin Prinsipnya tidak dapat diterbitkan dapat mengajukan kembali permohonan Izin Prinsip setelah terlebih dahulu memenuhi ketentuan.

Sedangkan dalam izin usaha sebagaiamana pasal 31 PKBKPM No.5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan tata cara perizinan dan non perizinan penanaman modal:

  1. Penanaman Modal Asing, yang melakukan kegiatan berdasarkan Pendaftaran/ Izin Prinsip/ Surat Persetujuan Penanaman Modal, diwajibkan memiliki Izin Usaha pada saat siap melakukan produksi/ operasi
  2. diajukan ke PTSP BKPM, PDPPM/instansi penyelenggara PTSP di provinsi, PDKPM/instansi penyelenggara PTSP di kabupaten/kota, PTSP KPBPB atau PTSP KEK sesuai kewenangannya.
  3. diterbitkan terpisah untuk setiap sektor atau bidang usaha tertentu, sesuai ketentuan ketentuan Peraturan Perundang-undangan Kementerian/Lembaga yang membina sektor atau bidang usaha.
  4. Perusahaan yang memiliki Izin Prinsip yang mencantumkan lebih dari satu bidang usaha selain bidang industri harus mengajukan permohonan Izin Usaha pada saat yang bersamaan
  5. Perusahaan yang memiliki Izin Prinsip di bidang industri yang menghasilkan lebih dari 1 (satu) jenis produk dan/atau memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi proyek, dapat mengajukan permohonan Izin Usaha secara bertahap.
  6. Atas jenis produk dan/atau kegiatan industri di lokasi proyek yang belum diterbitkan Izin Usahanya, Izin Prinsip masih tetap berlaku sebagai dasar pelaksanaan kegiatan usahanya.
  7. Masa berlaku Izin Usaha adalah sepanjang perusahaan masih melakukan kegiatan usaha, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

Penjabaran dari pasal 31 ayat 2 mengenai permohonan izin usaha dijelskan dalam pasal 32 mengenai permohonan izin usaha diajukan dengan menggunakan formulir sebagaiamana tercantum dalam lampiran III-A, dengan dilengkapi persyaratan:

  1. rekaman perizinan berupa Pendaftaran/Izin Prinsip/ Surat Persetujuan Penanaman Modal/Izin Usaha/Izin Kementerian/Lembaga/Dinas terkait yang telah dimiliki;
  2. rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya dilengkapi dengan pengesahan Anggaran Dasar Perusahaan dan persetujuan/pemberitahuan perubahan, apabila ada, dari Menteri Hukum dan HAM serta NPWP perusahaan
  3. rekaman legalitas lokasi proyek dan atau alamat perusahaan terdiri dari:
  4. rekaman bukti penguasaan tanah dan/atau bangunan untuk kantor/gudang berupa:
  5. akta jual beli oleh PPAT atas nama Perusahaan, atau
  6. sertifikat Hak Atas Tanah, dan
  7. IMB
  8. bukti perjanjian sewa menyewa tanah dan/atau gedung/bangunan, berupa rekaman perjanjian sewa-menyewa tanah dan bangunan dengan jangka waktu sewa:
  9. minimal 3 (tiga) tahun untuk bidang usaha industri,
  10. minimal 1 (satu) tahun untuk bidang usaha jasa/ perdagangan, terhitung sejak tanggal permohonan diajukan; atau
  11. bukti afiliasi dan perjanjian pinjam pakai, bila
  12. tempat kedudukan kantor pusat perusahaan berada dalam 1 (satu) bangunan secara utuh dan terpadu dengan beberapa perusahaan lainnya yang memiliki afiliasi, atau
  13. tempat kedudukan kantor pusat perusahaan berada di lahan atau bangunan yang dikuasai oleh perusahaan lain yang memiliki afiliasi,
  14. afiliasi sebagaimana dimaksud di atas, apabila 1 (satu) grup perusahaan, yang dibuktikan dengan kepemilikan saham dalam Akta perusahaan. hubungan afiliasi, mencakup:
  15. 1 (satu) grup perusahaan, yang dibuktikan dengan kepemilikan saham dalam Akta perusahaan, atau
  16. perjanjian kerjasama antar perusahaan yang dibuktikan dengan kesepakatan erjasama yang ditandatangani oleh Direksi masing-masing perusahaan;
  17. kelengkapan perizinan daerah sesuai lokasi proyek
  18. rekaman izin Gangguan (UUG/HO) dan/atau SITU bagi perusahaan yang berlokasi di luar kawasan industri sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah setempat;
  19. bagi perusahaan yang berlokasi di Kawasan Industri tidak diwajibkan melampirkan rekaman izin Gangguan (UUG/HO) dan/atau SITU;
  20. bagi perusahaan yang berlokasi di gedung perkantoran, wajib melampirkan rekaman izin Gangguan (UUG/HO) dan/atau SITU atas nama perusahaan pengelola/pemilik gedung. yang masih berlaku dan sesuai lokasi proyek atau alamat perusahaan yang baru;
  21. rekaman dokumen dan persetujuan/pengesahan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (LTPL) atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL);
  22. rekaman Izin Lingkungan untuk perusahaan yang telah memiliki AMDAL dan UKL-UPL;
  23. hasil pemeriksaan lapangan untuk bidang usaha:
  24. jasa perdagangan;
  25. bidang usaha lainnya bila diperlukan;
  26. tanda terima penyampaian LKPM dari BKPM/PDPPM/PDKPM dan LKPM periode terakhir
  27. rekomendasi dari Kementerian/Lembaga pembina apabila dipersyaratkan sesuai ketentuan bidang usaha;
  28. permohonan ditandatangani oleh direksi/pimpinan perusahaan bermeterai cukup dan stempel perusahaan;
  29. surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan secara langsung oleh direksi/pimpinan perusahaan;
  30. untuk pengurusan permohonan Izin Usaha yang tidak dilakukan secara langsung oleh direksi/pimpinan perusahaan wajib dilampiri dengan surat kuasa asli bermeterai cukup

[1] Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo, Persada, 2008), hal.31

[2] Agus Budiarto, Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,(Jakarta;Ghalia Indonesia,2002),

hal 13

[3] Sri Yuliati, Analisis Hukum Tentang Pemilikan Saham Pada Perusahan Penanaman Modal Asing, jurnal Hukum