Seperti halnya perseroan terbatas (PT), koperasi, yasyasan adalah badan yang tergolong dalam hukum privat. Ini untuk membedakan dengan badan hukum publik. Perbedaan antaran badan hukum public dan privat terutama terletak pada cara pendiriannya sebagaiamana diatur dalam pasal 1653 KUHPer. Eksistensi Badan Hukum di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu: (1) Badan Hukum yang dibentuk oleh Pemerintah (penguasa Negara) Yaitu untuk kepentingan Negara dalam menjalankan pemerintahan. (2) Badan Hukum yang diakui oleh Pemerintah (penguasa Negara) Umumnya bertujuan memperoleh keuntungan atau kesejahtraan masyarakat melalui kegiatan usaha tertentu, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi. (3) Badan Hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang bersifat ideal. Badan Hukum tersebut seperti, Yayasan sosial, Yayasan keagamaan dan Yayasan kemanusiaa.[1]
Cara pendirian dalam hal ini terkait dengan undang-undang yang mengatur bagaiamana badan hukum didirikan. Bahwa suatu yayasan didirikan oleh lembaga publik (pemerintah) tidak mengubah statusnya sebagai badan hukum privat. Sekalipun selaku pendiri adalah organ publik atau pejabat public, yayasan yang didirikan tidak mempunyai wewenang public melainkan hanya dalam lingkup hubungan keperdataan (privat). Status yayasan juga tetap sebagai badan hukum privat sekalipun kekayaan awal yang dimaksud dalam pendirian berasal dari atau merupakan aset (keuangan) negara.[2]
Yayasan sejak awalnya dalam konsep hukum Barat adalah merupakan sebuah badan yang dimaksudkan untuk bergerak dalam bidang filantropis, yaitu kegiatan-kegiatan non-profit di bidang sosial dan kemanusiaan.[3] Yayasan sesuai dengan prinsip awalnya sebagai badan hukum non komersial (nirlaba) oleh karenanya tidak boleh menjalankan kegiatan dalam perbuatan hukum berbentuk apapun yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan[4]. Yayasan dalam konsep hukum di Indonesia menurut UU Yayasan yang berlaku adalah merupakan sebuah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota (Pasal 1 angka (1) UU 28 Tahun 2004 Tentang perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan).
Pada pendirian yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal dilakukan dengan akta notaries dan dibuat bahasa Indonesia. Yayasan juga dapat dididirikan dengan surat wasiat, serta dapat juga didirkan oleh asing [5] Sebagaimana dimaksud denngan harta kekayaan pendirinya, untuk yayasan yang didirikan oleh orang Indonesia, jumlah kekayaan awal yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi paling sedikit senilai Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), sedangkan untuk yayasan yang didirikan oleh orang asing, atau orang asing dengan orang Indonesia, paling sedikit senilai Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).[6]
Akta pendirian suatu yayasan memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu sekurang-sekurangnya, yaitu:
- nama dan tempat kedudukan;
- maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;
- jangka waktu pendirian;
- jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;
- cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;
- tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
- hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
- tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;
- ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
- penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan
- Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.[7]
Keterangan lain juga memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan Pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Mengenai hingga kapan yayasan dapat didirkan yaitu dapat didirikan untuk jangka waktu tertentu atau tidak tertentu yang diatur dalam AnggaranDasar. Sedangkan untuk jangka waktu tertentu. Pengurus dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu pendirian Yayasan.[8]
Status badan hukum akta pendirian sah jika telah memperoleh pengesahan dari menteri hukum dan ham. Dalam pengesahan akta pendrian diajukan oleh pendiri atau kuasanya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri. Pengesahan akan diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.menteri akan melakukan pertimbangan mengenai akan diberikan atau tidak diberikannya pengesahan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan ertimbangan diterima dari instansi terkait; atau setelah lewat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan kepada instansi terkait tidak diterima[9]
Mengenai pengesahan akta pendirian yayasan untuk memperoleh status badan hukum yayasan yang diajukan oleh pendiri atau kuasanya wajib melampiri:
- salinan akta pendirian Yayasan yang dalam premise aktanya menyebutkan asal-usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan yang bersangkutan
- surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa Yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan
- fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris
- surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat
- pernyataan tertulis dari Pengurus Yayasan yang memuat keterangan nilai kekayaan pada saat penyesuaian Anggaran Dasar
- surat pernyataan Pengurus mengenai keabsahan kekayaan Yayasan; dan
- bukti penyetoran biaya pengesahan dan pengumuman Yayasan.[10]
[1] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010, Hal 25.
[2] Rieffel dana Karaniya dharmasaputra, Di balik Korupsi Yayasan Pemerintah, (Jakarta: Freedom Institute,2008),
[3] H.P. Panggabean, Praktik Peradilan Menangani Kasus Aset Yayasan (Termasuk Aset Keagamaan) dan Upaya Penanganan Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Permata Aksara: Jakarta, 2012), hal. 101
[4] Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 110.
[5] Lihat pasal 9 UU 28 Tahun 2004 Tentang perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
[6] Lihat pasal 6 peraturan pemerintah republik indonesia nomor 2 tahun 2013
tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2008 tentang pelaksanaan undang-undang tentang yayasan
[7] Lihat pasal 14 UU 28 Tahun 2004 Tentang perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
[8] Lihat pasal 16 UU 28 Tahun 2004 Tentang perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
[9] Lihat pasal 12 UU 28 Tahun 2004 Tentang perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
[10] Lihat pasal 15 peraturan pemerintah republik indonesia nomor 2 tahun 2013
tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2008 tentang pelaksanaan undang-undang tentang yayasan