Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri (Antonio, 2011: 117). Secara terminologis, Ijārah adalah upah sewa yang diberikan kepada seseorang yang telah mengerjakan satu pekerjaan sebagai balasan atas pekerjaannya (Al Bugha, 2009: 145). Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ulama:
- Ulama Mazhab Hanafi mendefinisikan ijarah sebagai transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu imbalan.
- Ulama Mazhab Syafi’i mendefinisikannya sebagai transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu.
- Ulama Malikiyah dan Hanbaliyah mendefinisikannya sebagai pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.
Transaksi yang dapat dilakukan dengan akad ijarah
- Ijarah Muntahiyah bi Tamlik
Ijarah Muntahiyah bi Tamlik merupakan akad ijarah antara pihak yang menyewakan (mu’jir) dengan pihak penyewa (musta’jir) diakhiri dengan pembelian obyek ijarah (ma’jur) oleh pihak penyewa setelah masa penyewaan obyek ijarah berakhir, sehingga obyek ijarah setelah berakhirnya perjanjian ijarah hak kepemilikannya beralih kepada pihak yang menyewa (musta’jir). Menurut Muhammad Syafi’i Antonio yang dimaksud Ijarah Muntahiyah bi Tamlik adalah sejenis perpaduan antar kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa (Antonio, 2011: 117). Adapun syarat ijarah muntahiyah bi tamlik adalah sebagai berikut:
- Ijarah Muntahiyah bi Tamlik harus dinyatakan secara eksplisit dalam akad.
- Akad pemindahan kepemilikan hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah Muntahiyah bi Tamlik berakhir.
- Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad
- Pihak yang melakukan Ijarah Muntahiah bi Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
- Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa’d (ﺩﻋﻭﻝﺍ), yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
- Shunduq Hifzi Ida’/Safe Deposit Box
Shunduq Hifzi Ida’ (Safe Deposit Box) merupakan tempat penyimpanan barang berharga sebagai titipan yang disediakan oleh pihak Bank dengan sistem ijarah. Dalam transaksi jenis ini pihak Bank memberikan fasilitas berupa tempat penyimpanan barang berharga yang keamanannya dijamin oleh pihak Bank. Adapun ketentuan dalam Shunduq Hifzi Ida’ (Safe Deposit Box) adalah sebagai berikut:
- Penggunaan shunduq hifzi ida’ (safe deposit box) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam rukun dan syarat ijarah.
- Benda-benda yang dapat disimpan dalam shunduq hifzi ida’ (safe deposit box) adalah benda yang berharga yang tidak diharamkan dan tidak dilarang oleh negara.
- Besar biaya ijarah shunduq hifzi ida’ (safe deposit box) ditetapkan berdasarkan kesepakatan dalam akad.
- Hak dan kewajiban pihak yang menyewakan dan penyewa ditentukan berdasarkan kesepakatan sepanjang tidak bertentangan dengan rukun dan syarat ijarah.
- Al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah
Al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah adalah akad sewa-menyewa atas manfaat suatu barang (manfaat ‘ain) dan/atau jasa (‘amal) yang pada saat akad hanya disebutkan sifat-sifat dan spesifikasinya (kuantitas dan kualitas). Manfaat barang dan pekerjaan dalam akad ini, harus diketahui dengan jelas dan terukur spesifikasinya (ma’lum mundhabith) supaya terhindar dari perselisihan dan sengketa (al-niza’), dapat diserahterimakan, baik secara hakiki maupun secara hukum, disepakati waktu penyerahan dan masa ijarahnya; dan sesuai dengan prinsip syariah. Dalam melakukan transaksi al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah yang perlu diperhatikan terkait ketentuan barang sewa, diantaranya sebagai berikut:
- Kriteria barang sewa yang dideskripsikan harus jelas dan terukur spesifikasinya
- Barang sewa yang dideskripsikan boleh belum menjadi milik pemberi sewa pada saat akad dilakukan
- Pemberi sewa harus memiliki kemampuan yang cukup untuk mewujudkan dan menyerahkan barang sewa
- Barang sewa diduga kuat dapat diwujudkan dan diserahkan pada waktu yang disepakati
- Para pihak harus sepakat terkait waktu serah-terima barang sewa
- Apabila barang yang diterima penyewa tidak sesuai dengan kriteria pada saat akad dilakukan, penyewa berhak menolaknya dan meminta ganti sesuai kriteria atau spesifikasi yang disepakati.
Referensi:
Al Bugha, Musthafa Dib. 2009. Buku Pintar Transaksi Syariah, Menjalin Kerja Sama Bisnis dan Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam. Jakarta: Hikmah.
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2011, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 24/DSN-MUI/III/2002 Tentang Safe Deposit Box
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 101/DSN-MUI/X/2016 Tentang Akad Al-Ijarah Al-Maushufah Fi Al-Dzimmah