Jelang MEA, UMKM Perlu Melek Legalitas Usaha

ASEAN, melalui inisiatif dari Filipina dan bekerjasama dengan International IDEA, meluncurkan laporan tentang ASEAN Election Observation Workshop kemarin di Sekretariat ASEAN di Jakarta, 20 Oktober 2015. Foto: www.asean.org

Kompetisi usaha mengharuskan kekuatan aspek legal. Menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) perlu melek legalitas usaha.

Praktisi hukum Jogja, Agung Iip Koeswartomo, mengungkapkan, sebagian masyarakat masih memilih berpikir dan beraksi instan dalam hal legalitas usaha. Perilaku ini dapat merugikan banyak kalangan dan menghambat pertumbuhan ekonomi daerah.

“Misalnya, sebagian masyarakat kita memilih perjanjian di bawah tangan, tanpa melibatkan notaris. Meski sah, apabila nanti muncul persoalan, akan lebih sulit menyelesaikannya. Selain itu, ada pula notaris yang menggampangkan legalitas dengan proses yang cepat meski kurang teliti, sementara ternyata di belakang hari bermunculan persoalan baru yang susah diselesaikan,” tutur Agung, di kantornya, beberapa waktu lalu.

Selain faktor permodalan dan akses pasar yang perlu mendapatkan perhatian, kesadaran UMKM untuk melek legalitas usaha juga sangatlah penting. Selama ini, banyak UMKM yang kesulitan keluar dari persoalan, karena belum adanya penataan legalitas usaha yang baik.

Biasanya, jelas Agung, UMKM kurang diberi kesempatan oleh perbankan dalam hal kredit, karena tidak adanya agunan. Persoalan seperti ini dapat teratasi bila UMKM-UMKM tersebut berkumpul menjadi asosiasi atau badan hukum sejenis, dengan bantuan notaris.

“Akta notaris merupakan akta autentik yang berkekuatan hukum. Karena, notaris adalah pejabat negara. Apabila ada sengketa di belakang hari, pengadilan dapat dengan mudah menyelesaikan persoalan, berdasarkan akta autentik,” terangnya.

Oleh karena itu, ia mendorong semua stakeholder untuk bahu-membahu menyosialisasikan pentingnya UMKM agar melek legalitas usaha. Cara ini membangun konsekuensi maintenance potensi dengan lebih proporsional.

“Proporsionalitas itu penting. Jangan sampai kemudian kita terbiasa mengurangi yang tidak boleh dikurangi, atau menambah apa yang tidak boleh ditambah. Informasi memadai yang tidak berlebihan akan membawa perubahan baik, termasuk perkembangan UMKM,” katanya.

Sejuta Asuransi
Secara bertahap, semua pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah akan diproteksi asuransi. Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan perlindungan asuransi mikro untuk sejuta UMKM. Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan UKM menggandeng Otoritas Jasa Keuangan dan asosiasi asuransi untuk mengembangkan asuransi mikro yang didesain khusus bagi pelaku KUMK.

Asuransi mikro merupakan instrumen proteksi bagi UMKM yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang sederhana fitur dan administrasinya.

Di samping itu, asuransi mikro dirancang untuk mudah diperoleh, ekonomis harganya, serta dapat segera pembayaran klaimnya.

Asuransi mikro dapat diselenggarakan oleh perusahaan asuransi berbadan hukum di Indonesia yang telah memperoleh izin usaha dari OJK dan dapat melakukan kerja sama dengan beberapa perusahaan asuransi untuk menyediakan produk asuransi bersama atau asosiasi asuransi.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM jumlah pelaku UMKM mencapai 56,5 juta dan jumlah koperasi sebanyak 206.288 unit dengan anggota 35.237.990 orang.

Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM kini tengah merancang pembiayaan non-bank bagi KUMK, di antaranya melalui Pegadaian, lembaga ventura, penjaminan, dan perusahaan leasing.