Mengenal Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Mengenal Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria berbunyi : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah”.

Sebelum berlakunya UUPA ini, kebijakan pendaftaran tanah merupakan produk kolonial yang diatur dalam Overschrijvings Ordonantie (Stbl. 1834:27), yang dilaksanakan oleh hakim-hakim pada Raad Van Justitie selaku pejabat balik nama (Overschrijvings Ambtenaar) yang diberikan tugas dan wewenang untuk membuat akta balik nama (Gerechterlijke acte), yang harus diikuti dengan pendaftarannya di kantor kadaster (kantor pendaftaran tanah) yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab kepala kadaster. Pada tahun 1947 dikeluarkan Stbl 1947:53, dimana yang diberi wewenang untuk membuat akta balik nama adalah kepala kadaster, sehingga kepala kadaster mempunyai fungsi ganda yaitu:

  1. Sebagai pejabat balik nama (membuat akta balik nama) dan sejak saat itu kewenangan hakim Raad Van Justitie sebagai pejabat balik nama berakhir;
  2. Sebagai kepala kadaster, yang mendaftarkan pencatatan balik nama.

Berlakunya UUPA maka berbagai peraturan produk kolonial yang mengatur tentang tanah diantaranya overschrijvings ordonantie maupun pejabat balik namanya, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pelaksanaan UUPA diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagai tonggak sejarah keberadaan pejabat pembuat akta tanah yang dikenal sekarang ini, yang selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Kedudukan PPAT sampai saat ini masih terus dipertahankan, sebagaimana dirumuskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT, dimana PPAT dan Badan Pertahanan Nasional mempunyai hubungan fungsional satu sama lain dalam kaitannya.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 24 ketentuan umum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu. Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

Menurut Boedi Harsono, yang dimaksud dengan pejabat umum adalah orang yang diangkat oleh instansi yang berwenang, dengan tugas melayani masyarakat umum di bidang atau kegiatan tertentu. Dapat disimpulkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dan akta pemberian kuasa untuk Hak Tanggungan.

Dalam menjalankan tugasnya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) membantu sebagian dari kegiatan pendaftaran tanah yang merupakan kegiatan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sehingga Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat diletakkan sebagai Pejabat Tata Usaha Negara. Eeksistensi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang diundangkan pada tanggal 8 Oktober 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diundangkan pada tanggal 5 Maret 1998.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 6 peraturan pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang peraturan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yakni :

  1. Warga Negara Indonesia;
  2. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
  3. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh instansi kepolisian setempat;
  4. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
  5. Sehat jasmani dan rohani;
  6. Lulusan Pendidikan Spesialis Notariat atau Magister Kenotariatan atau program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi;
  7. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Badan Pertahanan Nasional