Jika kita melakukan penyerahan benda bergerak secara fidusia, maka penyerahannya tersebut dilakukan secara contitutum possessorium, sedangkan mengenai utang-piutang dilakukan dengan cessie.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Persyaratan yang baiasanya berlaku untuk sahnya suatu penyerahan adalah:[1]
- Adanya perjanjian yang
- Adanya titel untuk peralihan hak.
- Kewenangan untuk menguasai bendanya dari orang yang menyerahkan.
- Adanya cara tertentu untuk melakukan penyerahan, yaitu secara contitutum possessorium bagi benda bergerak dan cessie untuk utang piutang.
Adapun bentuk perjanjian fidusia, tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai bentuk perjanjian fidusia, sehinga dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian fidusia adalah bebas, namun walaupun demikian perjanjian tersebut harus dibuat dalam bentuk tertulis.
Dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) maka pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia harus dibuat dengan akta otentik dihadapan notaris, hal ini dimaksudkan agar perjanjian fidusia tersebut memiliki kekuatan mengikat dan dasar pembuktian yang kuat. Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia dengan menerbitkan sertifikat jaminan fidusia sebagai bukti adanya pembebanan fidusia terhadap barang jaminan sesuai dengan pasal 11 ayat (1).
[1] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum jaminan DI Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Jakarta: Departemen Kehakiman, 1980), Halaman 45.