Waris Islam: Sebuah Perspektif

Waris Islam: Sebuah Perspektif
Signature — Image by © Royalty-Free/Corbis

Hukum waris Islam bertujuan mengatur cara-cara pembagian harta peninggalan agar dapat bermanfaat kepada ahli waris secara adil dan baik. Tujuan ini memiliki makna bahwa harta peninggalan atau harta pusaka adalah hak milik dari pewaris yang didapat melalui usahanya sendiri maupun didapatkan oleh dirinya sebagai ahli waris secara sah dan dibenarkan oleh agama, dan begitu pula dengan ahli waris diperbolehkan untuk mendapatkan harta peninggalan melalui cara yang sah dan dibenarkan pula.[1]

Kompilasi Hukum Islam BAB II Pasal 171 huruf a mendefinisikan hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing3 Dasar hukum kewarisan Islam diatur dengan tegas di dalam Al-Qur’an diantaranya dalam Firman Allah dalam surah An-Nisaa’: 7 yang artinya :[2]

 

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan

 

Seseorang mendapatkan harta waisan disebabkan salah satu dari beberapa sebab sebagai berikut:[3]

  1. Nasab(Keturunan), yaitu kerabat ahli waris yang terdiri dari bapak dari orang yang diwarisi atau anak-anaknya beserta jalur kesampingannya saudara-saudara beserta anak-anak mereka serta paman-paman dari jalur bapak beserta anak-anak mereka.
  2. Pernikahan, yaitu akad sah yang menghalalkan berhubungan suami istri, walaupun suaminya belum menggaulinya serta belum berduaan dengannya.
  3. Wala’, yaitu seseorang yang memerdekakan budak laki-laki atau budak wanita.

Apabila seorang muslim meninggal dunia dan meninggalkan harta benda, maka setelah manyat dikuburkan, keluarganya wajib mengelola harta peninggalannya dengan langkah-langkah berikut;[4]

  1. Membiayai perawatan jenazahnya.
  2. Membayar zakatnya jika si mayat belum mengeluarkan zakat sebelum meninggal.
  3. Membayar utang-utangnya apabila mayat meninggalkan utang. “jiwa seorang mukmin tergantung padautangnya sehingga dilunsi.”
  4. Membayarkan wasiatnya, jika mayat berwasiat sebelum meninggal dunia.
  5. Setelah dibayarkan semua, tentukan sisa harta peninggalan mayat sebagai harta pusaka yang dinamaitirkah atau mauruts atau harta yang akan dibagikan kepada ahli waris mayat berdasarkan ketentuan hukum waris islam.

Allah SWT telah mengatur pembagian waris dalam islam yaitu: [5]

No Ahli Waris Pembagian Waris
1 Suami,jika tidak ada anak,cucu  

 

½ Bagian

Anak perempuan, jika tidak ada saudara laki-laki tau perempuan
Cucu perempuan, jika sendirian
Saudara perempuan sekandung jika sendirian
Saudara perempuan sebapak sendirian
2 Suami, jika ada anak atau cucu  

¼ Bagian

Istri, jika tidak ada anak / cucu
3 Istri , jika memiliki anak / cucu 1/8 Bagian
4 Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki  

 

 

2/3 Bagian

Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika tidak ada anak laki-laki atau perempuan sekandung
Dua saudara perempuan sekandung, jika tidak ada saudara perempuan sebapak atau tidak ada anak laki-laki tau perembuan sekandung
Dua saudara perempuan sebapak, jika tidak ada saudara perempuan sekandung.  
5 Ibu, Jika tidak ada anak /cucu  

 

 

 

1/3 Bagian

Dua saudara seibu atau lebih, baik laki-laki atau perempuan. jika tidak memiliki bapak,kakek, anak laki-laki,cucu laki-laki.
Kakek, jika bersama dua orang saudara kandung laki-laki, tau empat saudara kandung perempuan, atau seorang saudara kandung laki-laki dan dua orang saudara kandung perempuan.
6 Ibu, Jika yang meninggal dunia memiliki anak laki-laki atau cucu lak-laki, saudara laki-laki atau perempuan lebih tua dari dua yang sekandung atau sebapak atau seibu.  

 

 

 

 

 

 

 

 

1/6 Bagian

Nenek, jika yang meninggal tidak memiliki ibu dan hanya ia yang mewarisinya
Bapak secara mutlak mendapat 1/6, baik orang yang meninggal memiliki anak atau cucu
Kakek, jika tidak ada bapak
Saudara seibu, baik laki-laki atau perempuan, jika yang meninggal dunia tidak  memiliki bapak, kakek, anak laki-laki
Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama dengan anak perempuan tunggal , tidak ada saudara laki-laki, tidak ada anak laki-laki paman dari bapak
Saudara perempuan sebapak, jika ada satu saudara perempuan sekandung, tidak memiliki saudara laki-laki sebapak, tidak ada ibu, tidak ada kakek, tidak ada anak laki-laki.

 

 

 

 

 

 

 

[1] Tamakarin, Asas-Asas Hukum Waris menurut Tiga Sistim Hukum, Pionir, Bandung, 1987, h. 84

[2] Peni Rinda Listyawati, Wa Dazriani, Perbandingan Hukum Kedudukan Ahli Waris Pengganti Berdasarkan Hukum Kewarisan Islam Dengan Hukum Kewarisan Menurut Kuhperdata, Jurnal Pembaharuan Hukum Volume II No.3 September – Desember 2015, h.336

[3] superawesometutor.blogspot.co.id/2016/01/materi-warisan-dalam-islam-lengkap.html, diakses pada tanggal 25 April 2018

[4] www.makalah.co.id/2015/10/makalah-pembagian-waris-dalam-islam.html, diakses pada tanggal 25 April 2018

[5] superawesometutor.blogspot.co.id/2016/01/materi-warisan-dalam-islam-lengkap.html, diakses pada tanggal 25 April 2018