
Pada rezim yang sedang berjalan saat ini, pemerintah melakukan salah satu program untuk penyelesaian suatu masalah yang telah lama terjadi dan hingga detik ini belum bisa terselesaikan bahkan semakin menjadi sorotan publik. Untuk menyelesaikan itu pemerintah mencoba melakukan suatu program reforma agraria. Struktur agraria di Indonesia sejak masa kolonial hingga reformasi belum pernah sungguh-sungguh berpihak kepada kaum tani. Selama ini lebih kepada mencari keuntungan bagi perusahaan-perusahaan besar. Roy Murtadho mengatakan bahwa dalam agama Islam, konsep mengenai tanah sudah jelas tertera dalam Al-quran maupun Hadits. Konsep tersebut ialah bagi siapapun yang membudidayakan tanah yang semula tanpa pemilik dan terlantar, maka tanah itu adalah miliknya (Hadits Nabi).
Menurut salah satu tokoh Katolik mengatakan bahwa agraria haruslah dipandang secara universal karna banyak aspek yang terlibat jika kita membicarakan terkait agraria. Tidak hanya kepentingan manusia yang terdapat dalam penggunaan tanah, kepentingan hewan maupun tumbuhan haruslah diperhatikan pula. Dalam Ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus menyampaikan bahwa segala hal yang ada di bumi baik air, tanah, udara dan segala hal yang ada ialah suatu ciptaan tuhan dan milik Tuhan, sehingga tanggung jawab manusia dalam menggunakan ciptaan tersebut haruslah kepada tuhan.
Tidak jauh berbeda dari tokoh Katolik tersebut, salah satu Pendeta GKMI yaitu Rudolfus Antonius juga berpendapat bahwa tanah bukanlah suatu komoditas, melainkan yang mengerjakan adalah yang menikmati. Pertanggung jawaban bukanlah terhadap tuan tanah melainkan kepada tuhan. Maka dalam menyelesaikan persoaalan mengenai agraria ini, segala pihak khususnya masyarakat agar dapat bersatu dan menggunakan spirit keagamaan dalam menuntaskannya. Masyarakat hendaknya dapat kritis terhadap kebijakan pemerintah yang lebih mengarah kepada pro market fundamental sehingga tujuan dari reforma agraria yang mana mengarah kepada keselamatan alam dan keadilan sosial dapat terwujud.