Kewenangan Presiden dalam Memberikan Izin Kepada Anggota DPR yang diduga Melakukan Tindak Pidana

Kewenangan Presiden dalam Memberikan Izin Kepada Anggota DPR yang diduga Melakukan Tindak Pidana
Paripurna DPR (Foto: Swa Medium)

Secara umum Presiden dalam menjalankan tugas dan jabatannya diberikan dua tugas yaitu tugas sebagai kepala Negara dan tugas sebagai kepala pemerintahan. Tugas sebagai Kepala Negara yaitu presiden memiliki hak politis yang ditetapkan sesuai dengan konstitusi sebuah Negara. Sedangkan tugas sebagai Kepala Pemerintahan yaitu presiden dibantu oleh mentri kabinetnya untuk menjalankan tugas pemerintahan . Selain itu presiden juga memiliki tugas dan wewenang tambahan yang diatur secara khusus dalam undang-undang.

Salah satunya kewenangan memberikan izin kepada Anggota dewan perwakilan rakyat yang diperiksa oleh penyidik karena melakukan tindak pidana. Kewenangan ini muncul sejak adanya Putusan Mahkamah Konstiusi Nomor 76/PUU-XII/2014 tentang inkonstitusional pasal yang mengatur mengenai penyidikan bagi anggota DPR. Dimana dalam Amar Putusan MK menyatakan bahwa Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun Tentang majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah selengkapnya menjadi “pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap angggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari presiden”.[1]

Dan Pasal 224 ayat (5) selengkapnya menjadi “pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaiaman dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari presiden”. Dalam Pasal 20A Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa anggota dewan perwakilan rakyat mempunyai fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Diterangkan di Ayat selanjutnya bahwa dalam menjalankan fungsinya Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interplasi, hak angket,  hak menyatakan pendapat, dan hak imunitas. [2]

Dalam Undang-Undang Undang-Undang Nomor 17 Tahun Tentang majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah Pasal 224 Ayat 6  Presiden harus memproses dan memberikan putusan atas surat pemohonan tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)Hari setelah diterimanya permohonan persetujuan pemanggilan keterangan tersebut. Dalam hal Presiden memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan angggota DPR, surat pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum/batal demi hukum. [3]

.[4]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[1]Dalam Amar Putusan,  Putusan Mahkamah Konstiusi Nomor 76/PUU-XII/2014

[2] Pasal 20A, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi 1945

[3] Dalam Pasal 224 Ayat 1-6 mengenai hak imunitas Undang-Undang Nomor 17 Tahun Tentang majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah

[4] Dalam Pasal 245 Ayat 1-3 mengenai penyidikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun Tentang majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah