
Istilah penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (selanjutnya disebut dengan P3) dikenal dalam hazanah hukum Indonesia sebagai terjemahan dari merger and acquisition.[1] Hukum mengenai P3 tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan hukum perusahan di Indonesia. Hukum perusahan yang semula diatur dalam KUHPerdata, dan secara khusus mengalami pembaharuan pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Dari perkembangan hukum P3 di atas diatur dalam dua peraturan pemerintah yang berbeda dan memiliki latar yang berbeda. Bahwa pengaturan tentang P3 diatur dalam PP No. 27 Tahun 1998 Tentang penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas dan PP No. 28 Tahun 1999 Tentang merger, Konsolidasi, dan akuisisi Bank. Mengenai keberadaan perseroan terbatas non bank merupakan cara untuk mencegah pemusatan kekuatan ekonomi dan/atau persaingan curang. Sedangkan P3 perseoran terbatas perbankan untuk mendorong terbentuknya system perbankan yang sehat, efisien dan mampu bersaing dalam era globalisasi dan perdagangan bebas.
Secara definisi P3 menurut undang-undang 40 tahun 2007 yaitu:[2]
- Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
- Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
- Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.
Dari pengertian dan latar belakang di atas kemudian di break down oleh pemerintah dalam PP 57 tahun 2010 tentang penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan pasal 28 dan pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang digunakan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha untuk mengawasi pelaksanaan penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham perusahaan
Adapun beberapa unsur yang diatur dalam PP 57 Tahun 2010 tersebut. Pertama, Pelaku Usaha dilarang melakukan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kedua, Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat jika Badan Usaha hasil Penggabungan, Badan Usaha hasil Peleburan, atau Pelaku Usaha yang melakukan Pengambilalihan saham perusahaan lain diduga melakukan perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan penyalahgunaan posisi dominan.
Dan ketiga, Komisi melakukan penilaian terhadap Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan yang telah berlaku efektif secara yuridis dan diduga mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penilaian yang dilakukan oleh komisi informasi menggunakan dengan analisis:
- Konsentrasi pasar
- Hambatan masuk pasar
- Potensi perilaku anti persaingan
- Efisiensi dan/atau kepailitan.
Kewajiban bagi para pelaku usaha yang melakukan penggabungan Badan Usaha, peleburan Badan Usaha, atau pengambilalihan saham perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertulis kepada Komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis penggabungan badan usaha, peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham perusahaan.
Jumlah tertentu di atas sebagaiamana disebutkan pada pasal 5 Angka 2 PP 57 tahun 2010 menyebutkan bahwa apabila badan usaha yang nilai aset sebesar Rp.2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah) dan/atau nilai penjualan sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) berkewajiban memberitahukan. Sedangkan Bagi Pelaku Usaha di bidang perbankan kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis berlaku jika nilai aset melebihi Rp20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun rupiah).
Sanksi yang diberikan bagi para pelaku usaha yang tidak melakukan pemberitahuan kepada komisi pengawas persaingan usaha di antaranya sanksi administrasi dan pidana pokok. Sanksi administrasi yang dikenakan yaitu penetapan pembatalan atau penggabungan atau peleburan atau pengambilalihan saham perusahan dann/atau penetapan ganti rugi dan/atau pengenaan denda serendah-rendahnya Rp.1.000.000.000,00. (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima rupiah).[3] Dan pidana pokok bagi pelaku usaha diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar) dan setinggi-tingginya Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam)bulan.[4] Sedangkan ada pengecualian dalam menjatuhkan sanksi administratif terhadap Pelaku Usaha yang melakukan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham antarperusahaan yang terafiliasi.
[1] Yakub Adi Kristanto, Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi dalam Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Hukum PRIORIS, Vol.3 No. 1 Tahun 2012
[2] Penjelasan Pasal 1 Angka 9,10, 11, Undang-Undang No. 40 Tentang Perseroan Terbatas
[3] Pasal 47, Undang –Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
[4] Pasal 48, Undang –Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat