Tanah merupakan sebuah objek yang terus-menerus diperbicangkan oleh para praktisi dan akademisi. Hak atas tanah dalam undang-undang pokok agraria No. 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwa wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. [1] Mengenai Hak atas tanah terdapat dapat dipergunakan dalam beberapa hal, yaitu; hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara. [2]
Terjadinya hak milik atas tanah melalui beberapa cara yaitu :
- Terjadi karena hukum adat ;
- Terjadi karena penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan ;
- Terjadi karena ketentuan Undang- undang.[3]
Pertama , Terjadi karena hukum adat, Terjadinya hak atas tanah menurut hukum adat biasanya bersumber pada pembukaan hutan yang merupakan tanah ulayat suatu masyarakat hukum adat. Cara-cara tersebut kemudian akan di atur supaya tidak terjadi hal-hal yang merugikan kepentingan umum, sebab pembukaan hutan yang tidak teratur dan membabibuta tentu pada gilirannya akan menyebabkan akibat yang sangat merugikan ketentuan ketentuan hukuma dat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenangsebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang.
Kedua, Terjadi karena penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan Hak milik yang terjadi karena penetapan pemerintah diberikan oleh instansi yang berwenang menurut caradan dengan syarat- syarat yang ditetapkan dengan peraturan-peraturan pemerintah. Pemberian hakatas tanah menurut penetapan pemerintah ini diberikan dari tanah yang semula berstatus tanah negara, atas dasar Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara. Peraturan ini mencabut ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah.[4]
Ketiga, Terjadi Karena Ketentutan Undang-undang, Hak milik tentang hak peralihan pendaftaran tanah pemindahan hak didasarkan atas pemegang hak, di mana pemegang tersebut merupakan orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau Hak Pengelolaan, atau nadzir dalam hal tanah wakaf, baik yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar.[5] pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah bersertipikat atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dokumen Terdiri dari:[6]
- surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh penerima hak atau kuasanya;
- surat kuasa tertulis dari penerima hak apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hak;
- akta tentang perbuatan hukum pemindahan hak yang bersangkutan yang dibuat oleh PPAT yang pada waktu pembuatan akta masih menjabat dan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan;
- bukti identitas pihak yang mengalihkan hak;
- bukti identitas penerima hak;
- sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dialihkan;
- izin pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2);
- bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
- bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.[7]
Tata cara diatas PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan.
Adapun berkas-berkas yang harus diserahkan ke Kantor Pertanahan (BPN) untuk melakukan proses balik nama, antara lain sebagi berikut: (a) Surat Pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap 2 (dua). (b) Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli atau Kuasanya jika dikuasakan. (c) Asli dan Fotokopi Sertifikat Hak atas tanah. (d) Akta Jual Beli (AJB) PPAT yang sudah lengkap. (e) Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pembeli dan penjualyang masih berlaku dan di ligalisir pihak yang berwenang. (f) Bukti pelunasan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh). (g) Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). (h) Bukti pelunasan pembayaraan Pajak Bumi dan Bangunan tahun Terakhir jika ada.
Proses pengurusan balik nama sertifikat di Kantor Pertanahan, akan diuraikan sebagai berikut:(1) Setelah berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, Kantor Pertanahan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada PPAT, selanjutnya oleh PPAT tanda bukti penerimaan ini diserahkan kepada Pembeli.(2) Nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.(3) Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat dengan dibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.(4) Dalam waktu 14 (empat belas hari) sampai maksimal 20 (dua puluh hari) pembeli sudah dapat mengambil sertifikat yang sudah beralih menjadi atas nama pembeli di Kantor Pertanahan. [8]
[1] Pasal 4 Ayat 2, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
[2] Pasal 16 Ayat 1, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
[3] Jayadi Setiabudi, Panduan Lengkap Mengurus Tanah Rumah Serta Segala Perizinannya, Buku Pintar, Yogyakarta. Hal.16
[4] Juosfiel Sadpri Pansariang, Proses Dan Syarat Untuk Memperoleh Hak Milik Atas Tanah Indonesia, Lex Privatum, Vol.II/No.3/Ags-Okt/2014
[5] Pasal 1 Ayat 9, Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
[7] Pasal 103 Ayat 2, Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
[8] Sabrina Ayu Andini, Pelaksanaan Balik Nama Sertifikat Hak Milik Dalam Jual Beli Tanah, Fakultas Hukum Univesitas Muhammadiyah Surakarta,Hal 9-10