Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan. Perusahaan melakukan pembenahan supaya segera lepas dari krisis melalui berbagai aspek. Perbaikan-perbaikan tersebut menyangkut berbagai aspek perusahaan, mulai dari perbaikan portofolio perusahaan, perbaikan permodalan, perampingan manajemen, perbaikan sistem pengelolaan perusahaan, sampai perbaikan sumber daya manusia.
Manakala perusahaan sedang berada pada masa yang sulit atau kritis, maka salah satu hal yang perlu dipertimbangkan bahkan dengan cepat adalah merger dalam rangka menyelamatkan perusahaan yang kritis tersebut. Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk membahas hukum bisnis yang berkaitan dengan merger ini, terlebih dahulu kita melihat apa yang disebut merger. Dalam bahasa Indonesia istilah “merger” ini juga sering disebut dengan “penggabungan” perusahaan. Dengan istilah merger ini, yang dmaksudkan adalah suatu proses hukum untuk meleburnya (fusi) suatu perusahaan (biasanya perusahaan yang kurang penting) ke dalam perusahaan lain yang lebih penting, sehingga akibatnya perusahaan yang meleburkan diri tersebut menjadi bubar.
Black Law Dictionary yang merupakan kamus acuan / rujukan, baik bagi kebanyakan para akademisi, mahasiswa, penulis hukum, maupun praktisi hukum memberikan batasan merger yang menurut Penulis cukup komprehensif sebagaimana disitir oleh Munir Fuady dalam buku hukum tentang merger memberikan definisi: “Merger adalah sebagai suatu fusi atau absorpsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat dikatakan, bahwa dalam hal ini fusi atau absorpsi tersebut dilakukan suatu —-subyek yang kurang penting dengan subyek lain yang lebih penting. Subyek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri.”
Dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga dapat kita temui pengertian merger yang dalam Undang – Undang ini diistilahkan sebagai penggabungan. Dalam Pasal 1 angka 9 UU No. 40 Tahun 2007 disebutkan bahwa: “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum”.
Pengertian yang dikemukakan pada Pasal 1 angka 9 UUPT 2007 hampir sama dengan yang dirumuskan pada Pasal 1 angka 1 PP No. 27 Tahun 1998, tetapi lebih singkat, yang berbunyi: “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya Perseroan yang embubarkan diri bubar”.
Bertitik tolak dari pengerian yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
- Penggabungan merupakan merger dari dua Perseroan atau lebih ke dalam satu Perseroan.
- Perseroan yang menggabungkan diri menjadi berakhir atau bubar karena hukum.
Dalam praktek, banyak kita temui model-model merger, yang diantaranya adalah sebagai berikut ini:
a. Merger Horisontal.
Merger horisontal adalah merger diantara 2 (dua) tau lebih perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis yang sama atau serupa.
b. Merger Vertikal.
Merger vertikal adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan yang bergerak dalam 1 (satu) aliran produksi terhadap produk yang sama, yakni merger dari perusahaan hulu dengan hilir. Misalnya, merger antara pihak produsen dengan pihak supplier.
c. Merger Kon Generik.
Merger Kon Generik adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan yang saling berhubungan, tetapi bukan terhadap produk yang sama seperti pada merger horisontal dan bukan pula antara perusahaan hulu dengan hilir seperti dalam merger vertikal. Contoh dari merger Kon Generik adalah merger antara bank dan perusahaan leasing.
d. Merger Konglomerat.
Merger Konglomerat adalah merger antara 2 (dua) perusahaan atau lebih yang satu sama lain tidak ada keterkaitan usaha sama sekali.
e. Merger dengan Likuidasi.
Merger dengan Likuidasi adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan dimana perusahaan yang lenyap kemudian dilikuidasi, untuk kemudian dibereskan.
f. Merger tanpa Likuidasi.
Merger tanpa Likuidasi adalah merger antara 2 (dua) perusahaan atau lebih dimana perusahaan yang lenyap tidak dilikuidasi, tetapi hak, kewajiban, kontrak dan lain – lain beralih secara langsung (demi hukum)
kepada perusahaan yang eksis setelah merger
g. Merger Sederhana.
Merger sederhana (simple merger) adalah bentuk prototipe dari merger, yakni merupaakn merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan yang hak dan kewajibannya dialihkan langsung kepada perusahaan yang eksis setelah merger. Jadi, tanpa dilakukan likuidasi.
h. Merger Praktis.
Merger praktis adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan dimana dalam deal merger tersebut tidak dilakukan pembayaran tunai terhadap harga saham perusahaan target, tetapi ditukar dengan saham perusahaan pemerger.
i. Merger Segitiga.
Merger segitiga adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan dimana perusahaan target merger dileburkan ke dalam anak perusahaan dari perusahaan pemerger.
j. Merger Segitiga Terbalik.
Merger segitiga terbalik adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan dimana anak perusahaan pemerger dileburkan ke dalam perusahaan target merger.
k. Merger dengan Metode Pembelian.
Merger dengan Metode Pembelian adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan dengan memakaimetode akuntansi yang didasarkan kepada pembelian berdasarkan harga pasar dalam menilai perusahaan target.
l. Merger dengan Pooling of Interest.
Merger dengan Pooling of Interest adalah merger diantara 2 (dua) atau lebih perusahaan dengan memakai metode akuntansi yang didasarkan kepada nilai buku dalam menilai perusahaan target. Dalam hal ini balance sheet diantara kedua perusahaan tersebut digabung.