
Lahirnya sebuah regulasi baru, yakni Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2016 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”), membawa kesejukan bagi kalangan PPAT dan Notaris yang merangkap jabatan sebagai PPAT. Kesejukan tersebut dapat dirasakan dari beberapa ketentuan perubahan PP No.24 Tahun 2016, yang salah satunya adalah, memperluas daerah kerja PPAT menjadi satu provinsi.
Ide perluasan daerah kerja PPAT tentu tidak muncul begitu saja tanpa sebuah tujuan. Jika kita menilik dengan jeli, di bagian penjelasan umum PP No. 24 Tahun 2016 tertulis dengan jelas bahwa daerah kerja PPAT diperluas dalam rangka mendukung program kebijakan deregulasi bidang pertanahan yang sedang dicanangkan oleh Pemerintah. Artinya, melalui PP No. 24 Tahun 2016 Pemerintah sedang berusaha menghilangkan ketentuan yang dianggap membelenggu ruang gerak PPAT dalam melakukan pekerjaannya.
Bilamana Pemerintah memperluas ruang gerak PPAT, itu berarti sama halnya dengan mempermudah pelayanan ke masyarakat. Perlu kita ingat bahwa PPAT mengerjakan sebagian besar kegiatan layanan bidang pertanahan seperti pengecekan sertifikat tanah, roya (penghapusan hutang), pembebanan hak tanggungan dan peralihan hak tanah. Jika ruang gerak PPAT diperluas hingga ke area provinsi, tentu masyarakat juga akan merasa dimudahkan dengan adanya perluasan tersebut, karena PPAT bisa langsung berkoordinasi ke Kantor Pertanahan Provinsi sehingga jangka waktu pengurusan kegiatan layanan pertanahan menjadi lebih singkat atau dengan kata lain memangkas jalur birokrasi agar lebih efisien.
Selama ini PPAT selalu dibenturkan dengan keterbatasan daerah kerja yang dimiliki oleh PPAT, di mana PPAT hanya memiliki kewenangan untuk berpraktik di tempat kedudukannya saja. Misalnya, apabila kantor PPAT bertempat di kotamadya/kabupaten, maka area praktiknya terbatas di kotamadya/kabupaten. Kini, dengan dikeluarkannya PP No. 24 Tahun 2016, PPAT memiliki peluang besar untuk berpraktik “antar kota-dalam provinsi”.
Guna mewujudkan peluang tersebut, perlu ada ketentuan lebih lanjut mengenai daerah kerja PPAT. Tanpa adanya ketentuan teknis, PPAT masih belum berwenang untuk melaksanakan tugas jabatan di luar kotamadya/kabupaten. Sehingga, adalah penting bagi PPAT untuk menunggu Peraturan Pelaksana dari PP No. 24 Tahun 2016. Melihat bunyi Pasal 12 ayat (3) PP No. 24 Tahun 2016, kemungkinan besar isi aturan pelaksana akan dituangkan ke dalam bentuk Peraturan Menteri Hukum dan HAM.
Tantangan yang sudah pasti dihadapi oleh PPAT adalah koordinasi dengan Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten dan Kantor Pertanahan Provinsi mengenai administrasi pertanahan. Dalam praktik, banyak terjadi kesalahan pencatatan pemilikan atau sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten, yang juntrungannya, menimbulkan ketidakpastian dan sengketa pertanahan. Bila kegiatan administrasi pertanahan di tingkat kota/kabupaten saja sudah ada masalah,oleh karena itu ketika nanti ditingkatkan menjadi tingkat provinsi maka sudah menjadi kewajiban agar infrastruktur administrasi disiapkan dengan baik. Oleh karena itu, PPAT harus menyiapkan dengan baik perluasan sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat.